Senin 29 November 2021, karena sudah menetapkan tujuan hari ini ke Tidore, maka pagi2 saya sudah check out hotel. Di website resmi https://www.indonesiaferry.co.id/ disitu tertulis bahwa jadwal kapal ke Tidore berangkat jam 7 pagi, maka jadinya jam 6:25 sudah berada di Pelabuhan Bastiong. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan yang melayani rute kapal ferry jarak pendek di dalam provinsi Maluku Utara salah satunya adalah ke Tidore. Selain Bastiong di pulau Ternate ada juga Pelabuhan Ternate sebagai pelabuhan utama dan juga Pelabuhan Mangga Dua.
Suasana Pelabuhan Bastiong
Ternyata pas sampe sana diinfo sama petugas bahwa kapal yang ke Tidore berangkatnya baru jam 8 dan jam segitu tiket belum dibuka untuk yang ke Tidore. Jadilah akhirnya saya harus menunggu di ruang tunggu pelabuhan. Sambil menunggu sarapan dulu lah, sama roti yang dikasih dari penginepan dan sisa pisang mulu bebe yang dibeli kemarin.
Habis selesai sarapan seadanya itu kok suntuk ya nunggu lama di pelabuhan, jadi keinget info awal pas sewa motor kalo mau ke Tidore bisa menggunakan ferry atau naik speedboat, akhirnya saya inisiatif tanya orang2 dimana bisa naik speedboat, yang ternyata lokasi tempat sandar speedboat ga jauh dari pelabuhan ferry, hanya sekitar 500 meter saja. Beda dengan kapal ferry yang terjadwal kapal speedboat akan berangkat jika minimal sudah dapat 10 motor yang ikutan naik. Sekitar 25 menitan menunggu akhirnya kapal penuh dan mulai berangkat menuju Tidore pukul 07:40. Tarif speedboat ke Tidore adalah 10 ribu untuk penumpang & 20 ribu untuk motor. Mantap lah ini pengalaman pertama saya naik speedboat antar pulau sambil bawa motor lagi 😀 . Motor ditaruh diatas speedboat, sementara dibawah ada deck yang bisa diisi penumpang, tapi saya memilih untuk duduk diatas saja biar bisa menikmati pemandangan dan sensasi naik speedboat. Kurang lebih 15 menit perjalanan akhirnya sudah sampai di Pelabuhan Rum Tidore. Pemandangan yang disajikan tentu saja gunung pulau Maitara dan lautan biru, sementara jika menengok ke belakang Gunung Gamalama pulau Ternate juga terlihat, tapi karena lagi kemaruk merasakan sensasi naik speedboat, jadinya ga banyak ambil foto disini 😀 .
Naik Speedboat menuju Tidore
Karena sebenarnya di Tidore tidak banyak tempat yang bisa dikunjungi dan tujuan utama sebenernya cuma pengen merasakan naik kapal nyebrang pulau saja ya sudah saya jalan2 santai aja naik motor mengelilingi pulau, sambil foto2 pemandangan yang bagus saja di sepanjang jalan. Tujuan pertama adalah Monumen Bendera yang berada di pinggir pantai daerah Mareku. Di monumen inilah dulu pertama kali bendera merah putih berkibar di Tidore, pada tanggal 18 Agustus 1946. Butuh waktu 1 tahun agar kemerdekaan Indonesia bisa diketahui di Tidore mengingat jaman dulu alat komunikasi tak secanggih sekarang. Dengan berkibarnya bendera itu otomatis mengisyaratkan bahwa Tidore bersedia menjadi bagian dari NKRI. Berawal dari peristiwa bersejarah itulah maka dibangun monumen ini sekitar tahun 2009.
Monumen Bendera
Setelah berfoto sebentar di monumen bendera saya melajukan motor kembali. Hati-hati ya kalo mengendarai motor di jalan raya Tidore, soalnya banyak asu alias anjing jalanan yang suka tiba2 muncul atau bahkan nongkrong di jalanan, kalo ga hati2 bisa nabrak 😀 .
Anjing jalanan banyak berkeliaran di jalan
Tujuan berikutnya adalah menuju benteng Tahula yang berada di bagian selatan timur pulau Tidore. Sepanjang perjalanan menuju kesana saya beberapa kali berhenti untuk sekedar memfoto pemandangan pantai dan gunung yang cukup indah ketika dilalui.
Beberapa Pemandangan Pesisir Tidore Sebelah Barat & Selatan
Akhirnya sekitar jam 9:10 pagi sampai juga di Benteng Tahula. Benteng ini lokasinya diatas bukit ya, jadi jika anda ingin kesini siapkan tenaga ekstra, karena akan cukup lumayan menguras tenaga saat berjalan mendaki dari pintu masuk ke benteng yang lokasinya cukup tinggi dengan tanjakan yang lumayan terjal. Sekilas tentang benteng Tahula, benteng ini terletak di jalan Sultan Syaifudin, desa Sio Sio, Kecamatan Tidore. Benteng ini dibangun oleh bangsa Spanyol mulai dibangun pada tahun 1610 oleh Cristobal de Asqueta Menchacha namun baru selesai tahun 1615 pada masa pemerintahan gubernur Spanyol Jeronimo da Silva. Spanyol menggunakan benteng ini sampai tahun 1662. Info lebih lengkap bisa dilihat di foto yang ada pada galery. Untuk masuk ke benteng ini tidak ada biaya apapun hanya siapkan saja fisik untuk mendaki.
Benteng Tahula
Setelah dari benteng Tahula tujuan berikutnya adalah Benteng Torre. Lokasinya tak jauh dari benteng Tahula hanya sekitar 1 KM saja. Sekilas tentang Benteng Torre, benteng ini menghadap ke tenggara dan berbentuk segi empat dengan tambahan di angunan setengah lingkaran di sisi barat daya atau kanan depan. Benteng ini dibangun atas perintah Sancho de Vasconcelos setelah mendapat ijin dari Sultan Gapi Baguna tanggal 6 Januari 1578. Ijin ini didapat setelah Portugis diusir dari Ternate oleh Sultan Babullah karena membunuh Sultan Khairun tahun 1570. Nama Torre kemungkinan berasal dari nama kapten Portugis pada saat itu yaitu Hernando De La Torre. Untuk masuk ke benteng ini tidak dikenakan biaya alias gratis.
Benteng Torre
Setelah dari benteng Torre rencananya saya ingin mampir ke Kedaton Kesultanan Tidore. Tapi saat itu sepertinya kedaton sedang tidak dobuka untuk umum, pintu gerbangnya tertutup rapat & dikunci, jadinya ya hanya bisa foto dari luar kejauhan saja, sehingga saya tidak banyak mendapatkan informasi mengenai kedaton ini. Untuk info lebih lanjut mengenai kedaton ini bisa dibaca di sumber ini.
Selesai ambil gambar kedaton, lanjut ke tempat berikutnya, kali ini tujuannya adalah desa Guraubunga. Gurabunga merupakan salah satu desa adat yang cukup unik di Tidore dan pada waktu tertentu ada penyelenggaraan festival adat disini. Karena saya kesini di hari biasa ya sedang tidak ada festival apapun. Cuma masih worth it kok kalau mau kesini. Desanya sangat asri dengan pemandangan puncak gunung Tidore yang terlihat tak begitu jauh serta bukit2 hijau di sekitarnya. Dengan ketinggian desa yang berada di 860 MDPL, kita akan merasakan udara yang sangat segar dan sejuk yang mendinginkan pikiran, jauh berbeda dengan kota Tidore dibawah yang udaranya cenderung cukup panas. Info lebih detail mengenai desa ini bisa dilihat dari sumber ini. Tapi untuk kesini anda harus memastikan kendaraan dalam keadaan sehat dan layak, karena akan melewati banyak sekali tanjakan curam yang hampir 60 derajat. Dan ketika turun juga pastikan rem berfungsi dengan baik. Saat turun akan disuguhi pemandangan lautan lepas dengan pulau Halmahera yang indah. Sayangnya karena sambil mengendarai motor ya saya ga bisa mabil gambar, cukup menikmatinya saja sambil tetap hati2 tekan tuas rem karena turunan yang curam.
Desa Gurabunga
Hari sudah siang dan perut mulai keroncongan, saatnya mencari makan siang. Saya mengarahkan motor menuju Rumah Makan Ratu Sayang yang berada di Jl. S. Parman, dekat pusat kota Tidore. Rumah makannya cukup sederhana, namun suasananya cukup nyaman. Disini juga ada full musik lagu2 Maluku utara yang diputar dengan suara lumayan keras. Disini saya memesan ikan bakar dabu-dabu. Bumbunya sih sepintas mirip kuah acar. Ikan nya empuk bumbu benar-benar meresap, dengan rasa yang asam manis, ada pedasnya sedikit mungkin karena bumbu cabe nya saya pinggirin karena saya ga boleh makan terlalu pedas 😀 , nikmat sekali. Ditambah dengan sayur yang saya ga tau namaya tapi kalo di tempat kampung saya sering disebut sayur bobor daun katu, serta pisang rebus yang empuk menambah mantap menu makan siang disini. 1 paket makanan diatas harganya 40 ribu saja, cukup murah jika dibandingkan dengan kemarin makan di Ternate.
Makan Siang di RM Ratu Sayang
Setelah kenyang & tempat2 yang mungkin dikunjungi sudah selesai dikunjungi semua akhirnya saya mulai perjalanan kembali ke pelabuhan Rum untuk menyeberang balik ke Ternate. Tapi sepanjang perjalanan saya juga banyak berhenti untuk menikmati keindahan alam pesisir timur & utara pulau Tidore. Salah satunya adalah sempat berhenti di daerah Tosa. Disini dari kejauhan terlihat pulau Failonga, pulau kecil tak berpenghuni yang berada di sebelah timur Tidore. Jika nanti ada barengannya mungkin akan dijadwalkan kesini, karena pulau ini benar2 kosong & sewa speedboat lumayan mahal kalo ditanggung sendiri. Konon pulau ini memiliki pasir pantai dan bebatuan yang indah, serta air yang jernih untuk tempat snorkling, tapi sebelum kesini harus mempersiapkan perbekalan yang matang, kraena disana benar2 tidak ada apa2.
Lanjut perjalanan saya juga sempat berhenti lagi di sekitaran Mafu Tutu. Disini terdapat hutan bakau yang tidak begitu besar, namun cukup bagus untuk di foto.
Lanjut lagi saya mampir sebentar di pantai Mangofa yang berada di pesisir utara Tidore. Disini terlihat pemandangan pulau Ternate dengan gunung Gamalamanya, seerta lautan yang cukup jernih. Terdapat pula pelabuhan speedboat, mungkin disinilah tempat penyewaan speedboat yang menuju ke pulau Failonga ya.
Pemandangan Pesisir Utara Tidore
Sebelum sampai pelabuhan saya mampir sebentar di Monumen Juan Sebastian yang berada tak jauh dari pelabuhan Rum. Monumen ini sendiri dibuat untuk memperingati Juan Sebastian de Elcano beserta awak kapal Trinidad dan Victoria yang merapat di pulau Tidore pada tanggal 8 November 1521 dan melanjutkan pelayaran ke Spanyol pada tanggal 18 Desember 1521, dalam pelayarannya mengelilingi dunia yang pertama.
Suasana di Monumen Juan Sebastian
Dari sini pelabuhan Rum sudah terlihat, saya nongkrong sebentar ngadem disini dibawah pohon, tak lama beberapa menit kemudian terlihat kapal ferry dari Ternate sudah mendekat ke pelabuhan Rum, jadi sepertinya jadwal nya akan sesuai jam 2 siang kapal berangkat dari pelabuhan Rum menuju Ternate. Tadi awal keluar dari pelabuhan sekitar pukul 08:00, dan sampai pelabuhan lagi sekitar pukul 13:45, jadi total waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi Tidore adalah cukup 5 jam 45 menit saja, sudah termasuk mampir ke beberapa lokasi wisata & naik ke atas dataran tinggi desa Gurabunga.
Penyeberangan kali ini dilayani oleh kapal ferry KMP Baronang. Untuk harga tiketnya sendiri adalah 7 ribu untuk penumpang dan 15 ribu untuk motor. Fasilitas yang ada di kapal KMP Baronang ini antara lain, parkiran kendaraan di lt.1. Sementara di lt.2 adalah ruang tunggu penumpang, ada 2 jenis ruang tunggu, yang pertama adalah bilik2 kecil tempat tidur yang menurut saya per seat cukup sempit, sementara didepannya lagi ada ruang tunggu duduk dengan kursi yang lumayan empuk. Mushola dan toilet juga ada di lt.2 ini. Sementara di lt.3 ada fasilitas kantin dan tempat duduk sekaligus tempat makan. Sementara fasilitas keselamatan ada perahu sekoci yang ada di antara lt.1 & lt.2. Ya cukup nyaman lah kapal ini, meski ga semewah dulu waktu saya naik kapal KMP Sebuku dari Merak ke Bakaheuni.
KMP Baronang dan fasilitasnya
Perjalanan kurang lebih memakan waktu 15 menit, sama dengan naik speedboat. Cuma karena kapal ferry ukurannya besar sehingga membutuhkan waktu lama untuk sandar & buang jangkar, serta membutuhkan waktu tambahan lagi untuk loading kendaraan mobil dan juga penumpang yang lebih banyak. Pemandangan yang disajikan dari atas kapal ferry bagus ya, lautan biru, pulau Maitara, pulau Tidore, dan gunung Gamalama di pulau Ternate terlihat semua di atas kapal. Sambil juga melihat kapal speedboat yang bebarengan berlayar disebelah kapal ferry menjadi hiburan tersendiri. Kurang lebih total perjalanan dari masuk kapal di Pelabuhan Rum Tidore, sampai keluar kapal lagi di Pelabuhan Bastiong Ternate sekitar 45 menitan.
Pemandangan dari kapal ferry
Setelah keluar pelabuhan saya melanjutkan perjalanan untuk mencari oleh-oleh buat dibawa pulang ke Jakarta. Saya menuju ke Tara No Ate, yang terletak tidak jauh dari Masjid Al Munawar dan Kawasan Jatiland. Oleh-oleh yang disediakan disini lumayan banyak, antara lain snack2 khas Ternate, serta pernak-pernik kerajinan khas Ternate. Saya memilih untuk membeli mug bergambar Ternate & Danau Ngade, Kenari Goyang, Bola Kenari, Makrok Kenari, dan Keripik Pisang Mulu Bebe.
OK sepertinya sudah hampir semua tujuan terpenuhi, saatnya kembali ke penginapan untuk istirahat. Untuk menginap hari terakhir ini saya pindah ke Riswan Homestay sekalian besoknya mengembalikan motor. Sebelum sampai penginapan saya mampir dulu ke Laboratorium Nita Medical yang tak jauh lokasinya dari penginapan. Klinik ini termasuk salah satu Klinik di Ternate yang terdaftar di Kemenkes, jadi hasil test Antigen / PCR disini sudah langsung terintegrasi di Pedulilindungi. Syukurlah hasilnya negatif jadi besok sudah aman bisa balik Jakarta lagi. Setelah Antigen saya menuju penginapan untuk istirahat sejenak setelah lumayan menguras tenaga naik motor mengelilingi pulau Tidore.
Sekitar setengah jam 6 sore saya kembali melajukan motor menuju Pantai Kastela. Tujuannya tentu saja mencoba untuk melihat sunset disini. Awal perjalanan sih agak mendung bahkan pas ditengah jalan juga sempat hujan, alamat bakal gagal lagi sih ini, tapi karena sudah terlanjur jalan ya sudah dicoba aja dulu, kalo gagal sunset ya cukup jalan2 saja menikmati suasana pantai Kastela di sore hari. Pantai Kastela sendiri lokasinya tidak jauh dari Benteng Kastela sekitar 100 meter saja. Untuk masuk ke kawasan pantai ini cukup membayar 5000 saja. Pantai ini ada di pesisir barat Pulau Ternate menghadap lautan lepas, jadi jika kondisi tidak musim hujan harusnya bisa dijadikan lokasi memburu sunset. Untuk pantainya sendiri sama dengan rata2 pantai lain di Ternate, memiliki pasir yang berwarna hitam, sayangnya pantai ini agak kurang terawat, masih ada sampah yang mengotori sekitaran pantai. Selain itu banyak juga pepohonan yang menghiasi pantai ini, serta beberapa pohon kelapa juga ada disini. Fasilitasnya antara lain gazebo, tempat duduk dan warung2, yang jika malam hari akan ada lampu-lampu hias yang menyala membuat suasana lebih meriah. Satu yang khas disini adalah beberapa kumpulan pohon mangrove yang posisinya berada di tengah-tengah laut, yang pas untuk dijadikan tempat swafoto. Saat mendekati sunset hampir tiba sekitar pukul 18:20, tapi ya seperti yang dijelaskan di awal tadi, cuaca kurang mendukung, mendung gelap menutupi lautan disebelah barat & matahari hampir tidak terlihat, jadi gagal deh dapet sunset nya 😀 .
Pantai Kastela
Setelah selesai jalan2 di pantai Kastela perut mulai lapar. Saya kembali lagi ke kota Ternate untuk cari makan malam. Tujuan kali ini adalah Ikan Bakar Terminal. Sebuah warung tenda yang berada di depan Pasar Higenis seberang Terminal Gamalama. Disini ikan-ikan segar yang akan disajikan dipajang disebuah meja, dan pembeli tinggal memilih ikan mana yang mau dimasak nanti akan ditimbang & ditentukan harga yang harus dibayar. Sebelum memilih saya tanya dulu ke mas penjualnya, ikan mana yang paling khas disini. Dia merekomendasikan ikan kerapu & dibakar dimasak pakai bumbu rica-rica, ya sudah akhirnya memilih menu Ikan Kerapu Bakar Rica-rica. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya ikan segar selesai dibakar dan siap disajikan. Aromanya sedap sekali. Ikan bakar ini disajikan dengan nasi putih 1 wakul yang bisa diambil sepuasnya kalau kuat, tumisan sayur hijau, ditambah sambal uleg & sambal dabu-dabu. Langsung sikat deh, ikannya empuk, bumbunya benar2 meresap sampai dagingnya benar2 sedap & mantap. Sambalnya juga enak, cuma kembali lagi gara2 takut asam lambung kumat, ga berani cocol banyak sambelnya 😀 . 1 paket ikan + nasi + sayur + sambal yang saya beli tadi harganya 50 ribu, harga bisa berbeda2 ya tergantung jenis & berat ikan yang dipilih. Setelah kenyang saya membeli buah potong di penjual buah yang berderet di seberang pasar untuk pencuci mulut lalu kembali ke penginapan untuk istirahat.
Makan Malam di Ikan Bakar Terminal
OK sudah cukup puas untuk kegiatan hari ketiga. Tinggal istirahat dan besok persiapan untuk pulang ke Jakarta saja. Untuk detail hari keempat itinerary & rincian biaya, lanjut ke halaman berikutnya ya…