Solo Traveling Belitung, Wisata Murah Weekend Dekat Jakarta

Solo Traveling Belitung, Wisata Murah Weekend Dekat Jakarta – Belitung adalah solo traveling edisi terakhir di 2019 & 2020 juga sih soalnya kan setelahnya terjadi masa pandemi. Alasan pertama pemilihan Belitung menjadi destinasi solo traveling menghabiskan waktu weekend adalah lokasi nya yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, hanya perlu 1 jam penerbangan. Yang kedua karena sekilas melihat pemandangannya yang cukup indah dah wisata khas seperti sekolah laskar pelangi dan kuliner nya yang lumayan banyak dan beberapa jarang ada diluaran Belitung. Alasan utama ya tentu saja tiket pesawatnya yang tidak terlalu mahal. Saya mendapatkan tiket 550 ribu keberangkatan naik Citilink dan 450 ribu pulang menggunakan Air Asia, serta hotel pinggir pantai Tanjung Pendam dengan harga cuma 100 ribu saja. Menurut saya masih worth it dan terhitung murah dimana tahun 2019 itu adalah jaman mahal-mahal nya tiket pesawat, yang rata-rata ke Belitung saat itu tiket rata-rata masih > 700 ribu.

Hari Sabtu 14 Desember jam 4 pagi seperti biasa sudah ngrepotin teman bangunin pagi2 minta tolong antar ke bandara. Dengan menaiki pesawat Citilink yang berangkat tepat waktu sekitar pukul 05:55 perjalanan ke Belitung dimulai. Perjalanan selama di pesawat membutuhkan waktu sekitar 1 jam.

Tiket Pesawat Jakarta-Tanjung Pandan

Akhirnya sekitar jam 7 pagi pesawat mendarat dengan selamat di bandara Haas Hananjudin Belitung. Bandara nya sendiri tidak begitu besar, dan jadwal penerbangan juga tidak begitu banyak.

Suasana Bandara Haas Hananjudin Tanjung Pandan

Setelah keluar bandara saya dijemput oleh owner sewa motor yang sudah saya pesan untuk diantar kerumahnya ambil motor. Untuk sewa motor kali ini saya sudah dapat kontak owner nya langsung dari teman yang dulu pernah tugas disana, dengan kesepakatan harga sewa per hari 75 ribu per hari + 100 ribu untuk antar jemput bandara pakai mobil. Setelah ambil motor tujuan pertama Solo Traveling Belitung kali ini adalah mencicipi kuliner mie khas belitung yaitu Mie Belitung Atep. Ciri khas mie ini yang mebedakan dengan daerah lain adalah mie kuning nya yang disajikan dengan kuah bening kecoklatan, ditambah toping udang, irisan tahu, sayur toge, irisan telor, serta emping mlinjo yang ditaruh di atasnya. Rasanya yang khas menurut saya enak dan layak dicoba lagi. Untuk minumannya saya memilih es jeruk kunci yang menurut mbah gugel juga termasuk minuman khas sini. 1 porsi mie belitung dihargai 18000 dan es jeruk kuncinya seharga 6000.

Solo Traveling Belitung - Sarapan pagi Mie Belitung Atep
Sarapan Pagi di Mie Belitung Atep

Berhubung jarak tempat makan tak jauh dari pusat kota yang terdapat landmark Satam Square, setelah makan saya jalan kaki menuju Satam Square. Satam Square adalah monumen batu satam yang terletak di tengah persimpangan 5 pusat kota Tanjung Pandan yang merupakan ibukota kabupaten Belitung. Di depan monumen ini juga dijelaskan secara singkat apa itu batu Satam yang menjadi ikon Belitung, yaitu batu “Tektit” yang ditemukan oleh penambang timah di sekitaran Belitung seperti yang dilaporkan Van Dijk sekitar tahun 1879, dan disebut juga sebagai berlian hitam.

Satam Square Landmark Kota Tanjung Pandan dan Belitung

Seusai berfoto sebentar di Satam Square perjalanan Solo Traveling Belitung di mulai dengan saya mengambil tujuan yang jauh dulu di Belitung Timur. Tujuan pertama adalah taman Batu Mentas. Perjalanan dari Satam Square sekitar 30km dengan waktu tempuh 1 jam, itupun karena saya beberapa kali berhenti dan sempat kesasar kebablasan ga belok kanan di pertigaan setelah Bandara. Alasan saya kesini sebenarnya adalah ingin melihat hewan tarsius yang merupakan hewan khas Belitung. Hewan yang mirip monyet namun memiliki ukuran yang sangat kecil seukuran tikus, berekor kecil dan panjang, dengan ciri khas matanya yang sangat lebar. Hewan tersebut memang benar ada di batu mentas, namun saya kecewa karena ternyata cuma ada 1 itupun dikurung di dalam kurungan yang kurang layak dan tidak berada di alam bebas. Menurut info bapak yang merawat, hewan ini dikenal sangat setia dengan pasangannya. Taman Batu mentas ini sendiri sepertinya ada tempat perkemahan, dimana letaknya sedikit masuk ke hutan, dikelilingi pohon-pohon. Menurut saya sih ini tempatnya kurang begitu diperhatikan dan dirawat, terkesan seadanya. Salah satu unggulan di tempat ini adalah air sungai yang tenang dengan air yang sangat jernih sampai kita bisa melihat dasar sungai dengan jelas, serta sungai yang dipenuhi batu-batuan besar. Dan kalo mau spot foto, ada ayunan dibawah pohon tepat diatas sungai yang cukup ikonik jika mau dijadikan object selfi. Disini jika mau juga diperbolehkan mandi, dengan air yang kalau sepintas saya lihat dan sentuh sangat segar. Satu lagi yang menarik disini adalah rumah hobit yang dihiasi botol bekas, bentuknya seperti dulu rumahnya Samson & Pampam di film Tuyul & Mbakyul namun dengan ukuran yang lebih besar. Biaya masuk kesini 10 ribu dibayar ke bapak-bapakyang jaga diparkiran. Lokasi Batu Mentas ini berada di tengah2 dari Tanjung Pandan arah Belitung Timur.

Melihat Tarsius dan Menikmati Pemandangan Sungai Batu Mentas

Selesai dari Batu Mentas, tujuan Solo Traveling Belitung selanjutnya adalah menuju ke replika SD Laskar Pelangi yang ada di daerah Gantung, Belitung Timur. Perjalanan yang lumayan jauh sekitar 50km dengan waktu tempuh 1 jam 15 menit. Jangan khawatir disini jalanan mulus dan sepi, jalan serasa punya sendiri 😀 . SD yang ikonik di film laskar pelangi ini bentuknya kecil, sederhana, dan terkesan reot. Dinding terbuat dari kayu dan atap dari seng yang sudah berkarat. Namun mungkin memang sengaja dibuat begitu disesuaikan seperti kondisi SD yang asli waktu dulu masih berdiri, agar memberikan pesan inspiratif, meski bersekolah hanya di tempat seadanya, tapi tetap bisa bermimpi setinggi langit dan selalu berusaha untuk mewujudkannya. Bangunan yang hanya terdiri dari 2 kelas ini dihiasi pasir putih yang indah disekitarannya. Di luar kompleks replika SD ini juga terdapat beberapa stand yang menjual makanan & souvenir jika anda tertarik ingin berbelanja. HTM ke replika SD Laskar Pelangi ini hanya 5000 saja.

Susana Replika SD Muhamaddiyah Laskar Pelangi

Masih di kawasan Gantung, perjalanan selanjutnya adalah ke Kampung Ahok. Namun karena perut sudah lapar sebelum kesana mampir makan dulu di warung sekitar. Karena ga nemu apa-apa yang khas ya sudah akhirnya beli nasi goreng di warung tepat depan Klenteng sebelah kampung Ahok. Nasi goreng disini model2 chinese food, rasanya enak kok, 1 porsi 25 ribu. Selesai makan langsung beranjak  jalan kaki ke kampung Ahok. Eh ternyata pas saya kesana namanya sudah berubah jadi kampung Fifi ya. Sebuah rumah kayu kecil sederhana namun elegan. Meski namanya sudah berubah tapi di dalamnya masih menjual pernak-pernik pak Ahok, seperti kaos, gelas dan juga pernak-pernik lain. Disini juga menjual beberapa jajanan belitung, dan tentu saja kue-kue buatan langsung dari ibu pak Ahok.

Suasana di Kampung Ahok yang sekarang sudah berubah jadi Kampung Fifi

Perjalanan selanjutnya adalah ke museum Andrea Hirata. Dari luar museum ini terlihat kecil namun dengan bentuk cukup unik dengan cat yang berwarna-warni. Hal yang didapat didalam museum tersebut adalah latar seperti film laskar pelangi, pengunjung bisa merasakan suasana tersebut dalam museum. Selain itu di dalam museum juga berisi karya-karya Andrea Hirata, seperti novel, kutipan-kutipan yang di abadikan dalam pajangan, benda-benda yang pernah dipakai seperti sepeda tua, foto-foto dan lukisan, dan juga penghargaan yang diraih yang disimpan dalam ruangan khusus. HTM ke museum ini 50 ribu dengan mendapatkan juga buku Laskar Pelangi Kisah Ikal dan Lintang.

Suasana Museum Andrea Hirata

Setelah selesai dari museum, saatnya balik lagi ke pusat kota Tanjung Pandan. Perjalanan 80 km dengan waktu tempuh +/- 2 jam dengan di tengah perjalanan sampai Tanjung Pandan hujan deras. Namun masih bersyukur karena hujannya pas di jalan bukan pas lagi di obyek wisata. Sesampainya di Tanjung Pandan kurang lengkap kalo tidak menikmati kopi khas belitung. Saya akhirnya mampir ke warkop Kong Djie yang ada di kawasan Siburik. Warung ini cukup banyak ada di Jakarta, tapi bisa menikmati di daerah asalnya tentu sebuah kesenangan tersendiri. Menu yang dipesan tentu saja kopi hitam, dan juga singkong goreng hangat, yang pas disantap saat kondisi dingin setelah diguyur hujan deras. 1 porsi kopi dan singkong harganya 18 ribu.

Solo Traveling Belitung - Ngopi & Nyemil Singkong di Kong Djie
Singkong & Kopi Hitam Kong Djie Tanjung Pandan

Sudah puas nongkrong beberapa saat sambil buka laptop cek kerjaan di warkop Kong Dji Siburik dengan mempertimbangkan hujan yang sudah reda, langsung lanjut perjalanan menuju hotel yang kebetulan posisinya pas di sebelah pantai Tanjung Pendam. Saya menginap di hotel Harlika Jaya, lumayan 1 hari cuma 100 ribu dan posisi pas di pinggir pantai.

Selesai istirahat sejenak, saya keluar jalan kaki ke pantai Tanjung Pendam untuk menikmati sunset. Info yang beredar tarif masuk ke pantai ini 10 ribu, tapi karena hotel saya bersebelahan ya sudah tinggal nyebrang saja dan ga bayar 😀 . Di sini saya jalan-jalan saja menikmati pemandangan senja. Pantai nya sendiri memang menghadap barat namun pas kesini mendung jadi ya ga terlalu terlihat sunset nya. Sepanjang pantai ada area bermain anak-anak dan banyak warung makan. Pas kesini juga airnya kebetulan sedang surut. Selain itu di sepanjang pantai juga banyak ditumbuhi pohon2 yang membuat suasana pantai semakin enak untuk dikunjungi.

Sore hari di pantai Tanjung Pendam

Seusai menikmati senja di pantai, saya kembali ke hotel untuk mandi sebentar dan siap-siap makan malam. Pilihan makan malam jatuh ke RM Timpok Dulu. Alasan saya kesini karena ingin mencoba makanan khas Belitung yaitu Berego dan juga ikan tengiri simpor. Berego ini sekilas mirip lontong tapi memiliki tekstur yang lebih lembut dan bentuknya yang berlapis seperti digulung. Disajikan dengan kuah santan yang uniknya kuahnya justru berada dalam gelas jadul. Ditambah lagi santapan ikan tengiri bumbu pedas yang di bungkus dengan daun simpor, daun yang banyak ditemukan di Belitung. Suasana restoran yang jadul membuatnya terlihat unik dan memberikan kesan tersendiri. Ditambah penggunaaan beberapa perabotan seperti gelas dan piring jadul membuat kita bisa sedikit menikmati suasana masa lalu di rertoran ini. 1 porsi berego harganya 20 ribu, 1 porsi tengiri simpor seharga 27 ribu. Setelah kenyang dan puas makan makanan khas Belitung satu ini, saya kembali ke hotel untuk beristirahat.

Makan malam di RM Timpok Dulu

Untuk lanjutan kegiatan di hari kedua lanjut di halaman 2 ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *