Minggu 10 Juli 2022, pukul 05:15 traveling Kupang hari kedua dimulai dengan saya sudah meninggalkan hotel untuk menuju tujuan selanjutnya yaitu mendaki Gunung Fatuleu, yang berjarak kurang lebih sekitar 60km di sebelah timur kota Kupang. Jika tidak ada kendala perjalanan bisa ditempuh dalam waktu 1 jam 45 menit. Dengan mengandalkan google maps saya mulai perjalanan. Sampai daerah Oemasi google bekerja dengan baik mengarahkan jalan. Nah kesialan dan kengawuran google mulai muncul disini. Oleh google diarahkan ke jalan setapak bebatuan dengan melewati perkebunan. Saya ragu dan memilih memutar kembali dan mencari alternatif. Melihat maps terlihat jalur putih lebih lebar (biasanya jalan yang lebih lebar dan layak) saya start dan diarahkan ke jalur lain. Jalannya memang banyak lubang tapi masih beraspal dan bisa dilalui, tapi kegembiraan hanya berlangsung sebentar saja, setelah melalu jalan aspan kurang mulus sekitar 3 km, ketemulah jalan hancur berbatu besar dengan tanjakan terjal. Dengan kondisi motor seadanya saya coba menerobos jalan itu, tapi kok ga habis2. Sempat bertemu ibu2 dan bertanya memastikan apakah ini jalan benar ke Fatuleu, ibu2 itu mengiyakan, dan ketika ditanya apakah jalurnya akan begini terus, beliau bilang tak jauh lagi, tapi pas diterusin kok ga habis2 jalan hancurnya dan semakin hancur & terjal. Karena melihat gelagat yang kurang baik akhirnya saya memilih memutar balik dan kembali ke jalur pertama yang disarankan google. Dan jalur sempit tersebut ternyata ketika diikuti makin kedalam makin hancur meski tidak terlalu menanjak tapi tetap menyengsarakan dilewatin motor matic. Untungnya saya bertemu bapak2 dan diarahkan untuk balik lagi saja ke jalan besar Timor Raya, lalu mengambil arah timur agak jauh setelah jembatan nanti ada belokan kiri, itu adalah jalan ke Fatuleu dan jalannya sudah beraspal bagus sampai lokasi. Setelah mampir sebentar beli sarapan roti di Alfamart jalan Timor Raya saya lanjut mengikuti arahan yang sempat diberikan bapak-bapak tadi, dan benar saja, jalur yang dilalui jalannya sudah mulus, hanya rusak 50 meter saja saat melewati jembatan mendekati Fatuleu. Patokan belokan kiri dari jalan besar Timor Raya adalah Pasar Lili, setelah melalui pasar nanti ada belokan ke kiri melewati hutan pegunungan dan menanjak tapi jalan sudah bagus, sudah ikutin aja jalur ini nanti akan sampai ke Fatuleu.
Sekitar 1,5km menjelang pintu masuk gunung Fatuleu halangan muncul lagi. Cuaca tidak mendukung, kabut sangat tebal dengan jarak pandang tak sampai 500 meter menghadang. Tapi saya tetap melajukan motor pelan-pelan lanjut menuju gunung Fatuleu.
Berangkat jam 05:15 baru sampai pintu masuk gunung 09:00, 2 jam waktu terbuang karena kengawuran Google Maps. Sebenarnya dari pintu masuk ini jika cuaca cerah gunung Fatuleu akan terlihat, namun hari itu dengan cuaca yang buruk sama sekali gunungnya tidak terlihat ☹ . Sekilas tentang gunung ini, Gunung Fatuleu merupakan perbukitan batu. Gunung itu terletak di Desa Nunsaen, Kecamatan Fatuleu Tengah, Kabupaten Kupang dengan ketinggian kurang lebih sekitar 875 MDPL. Gunung Batu Fatuleu dalam bahasa lokal berarti Gunung Batu Keramat. Fatu Leu juga menurut warga setempat sebagai tempat berdoa Suan (pemilik alam) yang terdiri dari tiga gunung batu, yakni Tuik Neno (suan punya-batu Tuhan untuk doa) yang merupakan puncak Gunung Batu Fatuleu, Askauana (anak dari alam), dan Nua Leu Asu Oko (raja alam).
Di pintu masuk jika menurut info yang saya dapat di kondisi normal seharusnya ada warga sekitar yang berjaga dan bisa diminta tolong menjadi pemandu naik ke puncak, namun karena cuaca buruk kabut tebal bahkan angin berhembus sangat kencang membuat disana sepi. Namun selain saya ada juga 1 rombongan panti asuhan asal Tenau ada sekitar belasan orang yang juga berencana ingin naik gunung Fatuleu. Sambil menunggu badai reda saya ngobrol2 dengan bapak driver dan ibu pembina panti tersebut. Beliau menceritakan bahwa panti tersebut berada di Tenau, di jalan turunan setelah Pelabuhan yang kemarin sempat saya lewatin saat menuju warung artis. Panti asuhan ini mengasuh beberapa anak dengan berbagai macam usia dari SD hingga mahasiswa dimana mereka dibiayai pendidikannya oleh panti asuhan. Wajar saja jika di rombongan ini anak-anaknya terdiri dari berbagai umur. Dari obrolan2 disini juga oleh bapaknya saya dikasih rekomendasi untuk wisata pantai nanti bisa mampir ke pantai Baliana, lokasinya masih baru, alami, bagus pemandangannya, dan bisa lihat sunset.
Ditunggu, ditunggu, dan ditunggu beberapa waktu kok kabutnya tak kunjung hilang, angin kencangnya ga berhenti-berhenti. Karena sudah terlanjur kesana ibu pembina panti memutuskan untuk tetap mengajak anak-anak naik, sebisanya saja sampai batas tempat yang aman dan memungkinkan untuk didaki. Karena ada yang bisa dijadikan barengan mendaki apalagi dengan cuaca buruk seperti ini saya tentu saja senang dan mengikuti romobongan mereka dari belakang. Angin kencang dan kabut tebal masih setia menemani pendakian. Jalur awal pendakian melewati hutan belantara dengan pepohonan rindang di kiri kanan. Jalurnya disini untuk di rute awal sampai lereng gunung sudah dibangun dengan tangga semen dan pegangan tangan di kiri kanan. Setelah melalui hutan, kita akan mulai sampai di lereng gunung dengan pemandangan bebatuan berukuran besar yang indah, karena memang gunung Fatuleu ini adalah tipe gunung batu. Sampailah kami di ujung tangga semen yang terletak di lereng gunung Fatuleu. Jalur selanjutnya menuju puncak adalah jalur kosongan bebatuan yang tidak ada patokan lagi yang bisa dijadikan acuan jalan. Mengingat kabut tebal tak kunjung hilang, serta angin kencang yang terus berlangsung, rombongan memutuskan untuk mengakhiri perjalanan disini saja dan tidak memaksakan diri ke puncak untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah mengambil foto-foto di lereng gunung Fatuleu rombongan pun turun dan saya mengikuti dari belakang. Sepertinya memang saat itu saya belum ditakdirkan mendapatkan kesempatan menggapai puncak gunung Fatuleu. Ya karena kenyataan tidak selalu sama dengan rencana, tapi ya disitulah salah satu pengalaman dan hal yang tidak terlupakan dalam traveling. Saya coba ambil sisi positifnya saja, mungkin kalo tadi ga disasarin google jam 7 sudah sampai di lokasi, dan jam 9 posisi sudah di puncak gunung, maka saya akan mengalami cuaca buruk kabut tebal angin kencang saat posisi di puncak gunung, dan terjebak kesulitan untuk turun lagi. Untuk foto2 yang didapat disini ya seadanya saja, karena hampir semuanya tertutup kabut tebal 😀 .
Pemandangan gunung Fatuleu tertutup kabut tebal, mendaki hanya sampai lerengnya saja
Video suasana pendakian Gung Fatuleu, menembus angin kencang dan tebalnya kabut.
Meski gagal muncak gunung Fatuleu, perjalanan traveling Kupang harus tetap dilanjutkan untuk menikmati keindahan Kupang di tempat lain. Start dari pintu keluar taman wisata Gunung Fatuleu kabut tebal dan angin masih juga belum berhenti, mungkin karena khawatir dengan saya yang naik motor sendirian, dengan ramah rombongan dari panti tadi yang menaiki mobil bak terbuka yang dimodifikasi, mengajak saya untuk bareng mengikuti mereka sampai di jalan yang bagus dan tidak berkabut lagi. Setelah di jalan yang cuacanya sudah cerah kamipun pisah, karena saya jalan pelan-pelan saja menikmati perjalanan naik motor melewati jalan Timor Raya yang kalau kita telusuri terus sampai ujung timur menghubungkan Kupang sampai ke Atambua perbatasan dengan Timor Leste.
Kali ini perjalanan adalah kembali ke Kota Kupang. Namun sebelum sampai kota, karena sejalur dan melewati, jadi mampir dulu ke rekomendasi dari teman kantor saya di Jakarta yang asli warga NTT. Dia menyarankan untuk coba mampir ke Pantai Panmuti. Pantai Panmuti ini terletak di Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, ± 17 km dari kota Kupang. Akses jalan menuju lokasi cukup baik sehingga memudahkan pengunjung sampai ke obyek wisata ini. Menurut saya view terbaik adalah dari atas bukit, dimana kita akan disuguhi pemandangan danau mini berwarna hijau yang dikelilingi pasir putih yang mungkin terbentuk dari air laut yang surut, sementara disebelahnya garis pantai berpasir putih terlihat terbentang panjang. Sementara jika kita berada di bawah, kita bisa berjalan-jalan di pesisir pantai sambil melihat bukit karang yang kita naiki tadi dengan bebatuan warna putih yang bagus. HTM untuk masuk pantai ini saat saya kesana kemarin masih gratis.
Pantai Panmuti yang berlokasi di Noelbaki
Setelah dari pantai Panmuti, perjalanan traveling Kupang pun berlanjut, kali ini tujuannya adalah Bukit Cinta. Bukit Cinta ini sebenarnya lokasinya tidak jauh dari bandara, ga sampai 1 km dari bandara. Bukit Cinta merupakan perbukitan yang dengan diselimuti hamparan rumput hijau di sekelilingnya, serta bebatuan cukup banyak yang terdapat diantara rerumputan yang tumbuh. Selain itu di bukit ini merupakan terdapat bunker peninggalan Jepang. Menurut cerita warga setempat, gua-gua itu menjadi tempat persembunyian penjajah Jepang saat perang dunia ke II. Terdapat beberapa bunker beton dengan ukuran yang berbeda-beda di sekitaran bukit, serta ada 1 gua yang tak terlalu dalam di tengah-tengah bukit. Waktu terbaik berkunjung kesini sepertinya pas musim hujan ya jadi pas waktu rumputnya tumbuh tinggi, soalnya pas saya kesana kemaren bulan Juli rumputnya masih pendek-pendek 😀 . HTM untuk menuju Bukit Cinta adalah gratis tak dipungut biaya.
Bukit Cinta dan beberapa bunker peninggalan Jepang
Selesai dari Bukit Cinta saya mampir sebentar ke hotel yang tak jauh dari lokasi untuk buka laptop sebentar mengerjakan kerjaan remote. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 2 siang, waktu yang sudah terlambat untuk makan siang 😀 . Rencana awal sebelumnya saya ingin makan di Depot Bambu Kuning yang menyajikan menu sei babi, tapi saya salah perhitungan ternyata depot ini kalau hari minggu tutup. Akhirnya saya melajukan saja motor ke Taman Nostalgia untuk ngemil salah satu jajanan khas kota Kupang yaitu Salome. Salome adalah sebutan untuk jajanan hits di Kupang yang menyerupai cilok. Cemilan yang berbentuk bulat dan terbuat dari campuran terigu serta daging olahan. Yang membedakan mungkin di variannya ya, Salome yang ada di kupang ini variannya adalah Salome rebus, Salome tahu rebus, Salome goreng telur, dan Salome goreng kentang. Sementara bumbunya kita bisa memilih sendiri, apakah pakai kuah bakso, atau bumbu kacang, dan ada tambahan seperti sambal, kecap dan saos. Satu hal yang saya suka disini adalah disediakan saos merah, saos yang biasa saya temui di penjual2 bakso di kampung saya di Malang, yang tak pernah saya temui di Jakarta yang rata2 menggunakan saus cabe warna oranye. Sambil menikmati lezatnya jajanan Salome, saya memesan es pop ice melon untuk pelepas dahaga. 1 porsi Salome dengan jumlah yang mengenyangkan ditambah 1 pop ice harganya murah saja dan tak menguras kantong, hanya 15 ribu saja.
Salome Tamnos
Karena sudah disekitaran Taman Nostalgia, saya mampir sebentar ke tamannya. Layaknya taman pada umumnya, terdapat pepohonan rindang, dan kursi-kursi untuk bersantai. Terdapat pula fasilitas jogging track dan beberapa maian anak-anak seperti ayunan dan prosotan. Sekilas tentang Taman Nostalgia, taman ini terletak di Kelurahan Oebobo. Taman ini diresmikan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2011, bertepatan dengan peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari. Yang menjadi khas dari Taman Nostalgia ini adalah adanya Gong Perdamaian yang berada di tengah taman, berdiameter 100 sentimeter dengan berat 120 kilogram dan di tengah-tengah pusat gong terdapat sebanyak 32 simbol (logo) provinsi yang ada di Indonesia. Makna dari gong perdamaian ini adalah Kota Kupang dan Nusa Tenggara Timur sebagai kota dan provinsi dengan tingkat toleransi tertinggi di negara ini. Dari Kota Kupang dikumandangkan sebuah pesan tentang perdamaian ke seantero negeri. Perbedaan suku, agama, budaya, suku, dan golongan bukan sebagai pemecah belah bangsa, melainkan sebagai pemersatu.
Gong Perdamaian yang berada di tengah Taman Nostalgia
Karena waktu sudah mulai sore, saya Kembali melanjutkan perjalanan untuk menuju pantai Baliana menikmati sunset disana. Untuk traveling Kupang hari kedua ini saya memilih jalan santai saja pelan-pelan mengitari jalan-jalan yang ada di kota Kupang, dimana kali ini saya memilih untuk lewat rute utara melewati Jalan Timor Raya dan Tenau. Saya mampir sejenak ke Taman Rekreasi Gua Monyet yang berada di pinggir jalan sekitaran Tenau. Meski ini disebut tempat wisata, ternyata monyet-monyetnya tidak ada di dalam kawasan tempat wisatanya yang terlihat ditutup, namun justru sudah ada di pepohonan yang terdapat di antara bebatuan dan gua yang terletak persis di jalan raya. Di sini kita bisa melihat tingkah lucu puluhan monyet yang berkeliaran, bergelantungan di pohon, atau sekedar berlarian kejar-kejaran bermain dengan monyet-monyet lain. Kita juga bisa memberikan makanan ke monyet-monyet tersebut, karena kebanyakan monyet-monyet disini jinak dan tidak agresif terhadap manusia, tapi tetap saja sebaiknya selalu waspada dalam memberi makan monyet-monyet disini karena bagaimanapun monyet adalah hewan liar.
Monyet-monyet berkeliaran di jalanan depan Taman Gua Monyet
Pengunjung memberi makan monyet-monyet yang lucu
Perjalanan pun berlanjut menuju Pantai Baliana, rute yang dilalui ternyata melewati rute ke Gua Kristal Bolok yang kemarin dikunjungi, hanya saja ini masih terus lagi. Pantai Baliana terletak di wilayah Desa Kuanheum, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, berjarak sekitar +/- 28 km dari Kota Kupang. Akses jalan menuju kesana sudah bagus, jalan rusak hanya sekitar 500 meter dari lokasi. Disarankan dari pantai pulang tidak terlalu malam, karena jalan yang dilalui lewat hutan yang sepi dengan penerangan yag sangat minim. HTM untuk masuk pantai ini pas saya kesana kemarin masih gratis. Salah satu daya tarik dari pantai Baliana adalah saja batu karang besar yang memanjang dari ujung ke ujung yang menjadi pembatas antara hutan dan pantai. Jadi, pengunjung dapat berdiri di atas jejeran batu karang tersebut untuk memandangi keindahan pantai. Selain itu pantai ini juga memiliki hamparan pasir berwarna putih bersih yang halus, namun hamparan pasir putihnya hanya akan nampak saat air laut surut. Disini juga bisa menikmati hamparan air laut yang tipenya hampir mirip-mirip dengan pantai Tablolong, air laut yang jernih dengan gradasi warna biru tua ke biru muda.
Pemandangan batu karang dan hamparan pasir putih Pantai Baliana
Jika datang di sore hari dari pantai ini kita bisa menikmati indahnya sunset di sebelah barat, matahari tampak terbenam di atas daratan pulau Semau yang berada agak jauh di seberang pantai. Kebetulan kemarin kesini di waktu yang tepat, air dalam kondisi surut jadi bisa menikmati indahnya hamparan pasir putih pantai, ditambah lagi cuaca juga cerah, jadi bisa menikmati sunset dengan nyaris sempurna, dan hanya tertutup sedikit awan berukuran kecil saja.
Menikmati indahnya sunset di Pantai Baliana
Proses terbenamnya matahari di sebelah barat Pantai Baliana
Selesai menikmati sunset, jam sudah menunjukkan sudah hampir pukul 6 sore. Mengingat jalan yang dilalui tadi melewati hutan yang sepi dan tidak ada lampu penerangan di sepanjang jalan, saya bergegas untuk pulang kembali ke kota Kupang, dan mencari makan malam sambil sebentar mampir cari oleh-oleh di sekitaran kota Kupang. Untuk makan malam pada traveling Kupang hari kedua ini tujuannya adalah Kampung Solor. Kampung Solor ini adalah kawasan kuliner yang berada di Jalan Siliwangi, Kelurahan Kampung Solor, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang. Kawasan ini mengingatkan saya akan Terminal Gamalama di Ternate waktu saya travelling November 2021 kemarin, bedanya adalah kalao di Terminal Gamalama Ternate sajian laut yang disajikan hanya berfokus pada ikan bakar, sementara di Kampung Solor Kupang ini sajian yang ditawarkan lebih lengkap, tidak hanya ikan namun banyak sesafood lainnya seperti kerang, udang, cumi, kepiting, dan jenis seafood lain. Cara masaknya pun juga tidak hanya dibakar, kita bisa request bisa di rebus, digoreng, bumbu saos padang, tumis, bumbu saus tiram, dan lain-lain. Terdapat sekitar belasan kios yang berjejer di sepanjang jalan menyajikan menu seafood dagangannya, anda bebas memilih di kios mana mau makannya. Untuk makan malam disini saya memilih memesan Ikan Kerapu Bakar. Setelah menunggu lumayan lama karena banyaknya pembeli, akhirnya datang juga, ikan bakar segar dengan tambahan sayur lalapan serta sambal dan tentu saja nasi putih. Menurut saya rasa ikannya enak, bumbu meresap, dan ikan berukuran lumayan besar & mengenyangkan. 1 porsi ikan bakar yang saya pesan disini seharga 75 ribu, harga relative ya, tergantung jenis dan ukuran ikan / seafood yang anda pesan.
Makan malam di Kampung Solor
Setelah kenyang saatnya kembali ke hotel untuk beristirahat dan persiapan besok pagi balik Jakarta. Untuk oleh-oleh yang dibawa di Jakarta saya mengunjungi 2 tempat, yang pertama adalah Pusat Oleh-Oleh Ibu Soekiran yang berada di Oebufu. Toko ini menyediakan berbagai jajanan kering khas NTT. Selain itu juga menyediakan daging sei mentah yang disimpan dalam freezer. Disini saya membeli beberapa snack khas NTT seperti Jagung Titi, Enting Lepa, dll. Jagung titi adalah snack khas NTT terutama di pulau Flores bagian timur. Disebut jagung titi karena proses pengolahan biji jagung tersebut dititi diatas batu. Jagung yang digunakan sebagai bahan bukan jagung yang biasa ditemui di pasaran, melainkan jagung pulut putih yang bertekstur lengket seperti ketan dan jenis itu merupakan varian jagung lokal yang tersebar di NTT. Sedangkan Enting Lepa adalah cemilan khas NTT yang diolah dari campuran jagung, kacang tanah, kelapa, gula lontar dan jahe ini memiliki rasa yang unik. Lalu kue tersebut dibungkus dengan menggunakan kulit jagung.
Sedangkan untuk oleh-oleh souvernirnya saya mengunjungi Kios Kaos Kupang yang berada di Oebobo. Disini menyediakan berbagai macam kaos dengan motif lokal Kupang, baju batik tenun Kupang, serta souvenir-souvenir lokal kupang. Pilihan motif yang diberikan juga lumayan banyak. Untuk harga kaos rata2 dibanderol mulai dari 100 ribuan, sementara untuk baju batik tenun rata2 dibanderol mulai dari 300 ribuan. Disini saya membeli kaos motif lokal kupang, tas jinjing motif tenun, dan juga miniatur alat music Sasando.
Untuk itinerary, rincian biaya yang diperlukan selama traveling ke Kupang, lanjut di halaman berikutnya.